Pertunjukan teater merupakan ungkapan ekspresi seni sesaat berhubungan dengan gerak perubahan agama, politik, maupun budaya di tengah kehidupan masyarakat. Gerak perubahan tersebut ditransformasikan ke dalam sebagai wadah pemikiran (ide/konsep), estetika dalam balutan etika “ketimuran” di dukung berbagai ketrampilan dan keahlian yang merupakan titik awal penciptaan. Arthur. S. Nalan menyebutkan bahwa:

“Teater sebagai bentuk pernyataan sesaat (ephemeral) berada pada intensitas yang dikomunikasikan, via proses internalisasi (penghayatan) yang turut menciuptakan interrelasi (berbuhungan timbal balik)...Seluruh realitas situasi kemanusiaan yang kita temukan dalam kehidupan dapat menjadi realitas drama”[1] 

Dengan demikian seni teater merupakan karya seni collective art atau synthetic, karena kerja teater adalah sintesa dari berbagai disiplin seni dengan melibatkan penulis naskah lakon, penyutradaraan, pemeranan (aktor), musik (unsur Audio), gerak, rupa, penata artistik (visual), serta pekerja teknik yang mengharuskan keseluruhan disiplin tersebut berfungsi seirama dan harmonis agar terciptanya tujuan artistik

Kerja teater dengan muatan kompleksitas tersebut membutuhkan keahlian penyutradaraan yang  baik, berkaitan dengan bentuk dan gaya pertunjukan teater. Yudiaryani menyebutkan tugas seorang sutradara adalah sebagai berikut:

Pertama, sutradara menterjemahkan naskah untuk menentukan gaya panggung sebagai konsep dasar produksi. Gaya ini kemudian berguna untuk membentuk panggung. Kedua, sutradara memilih dan melatih pemain. Ketiga, sutradara menjalin kerja sama dengan penata artistik. Keempat, sutradara menyatukan seluruh elemen kerja hingga akhir produksi”[2] 

Faktor utama perwujudan pementasan drama adalah keberadaan naskah lakon. Artinya keseluruhan perwujudan pentas pada dasarnya berangkat dari penafsiran sutradara terhadap naskah lakon. Pemilihan naskah lakon menjadi landasan penting untuk menentukan gaya panggung serta kemungkinan artistik sebagai konsep dasar produksi yang dipentaskan

Sutradara ketika menjatuhkan pilihan mengangkat naskah orang lain disebabkan oleh beberapa hal yakni, tema naskah, visi, semangat dan gaya sesuai dengan ide dan gagasan serta obsesi penyutradaraan. Oleh karenanya naskah lakon harus di analisis dengan serius sehingga ditemukan bentuk tafsir (bahkan terkadang melahirkan tafsir baru), selanjutnya dituangkan ke dalam wadah laku dan adegan serta peristiwa yang akan menentukan gaya pemanggungan.


[1] Arthur. S. Nalan, et. Al., Mencipta TeaterSebuah Pengantar Memahami teater dan Antropologi naskah Lakon (Bandung: Geger Sunten. 1998), hlm. 10

[2] Yudiaryani, Panggung Teater Dunia, (Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli. 2002), hlm. 344

 
 

This free website was made using Yola.

No HTML skills required. Build your website in minutes.

Go to www.yola.com and sign up today!

Make a free website with Yola